Senin, 22 Februari 2010

media pembelajaran PAI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.
Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
1. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar¬kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2).
2. Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

B. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang dapat membedakannya dengan mata pelajaran lainnya. Begitu juga halnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adapun karakteristik mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam, sehingga Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam.
2. Ditinjau dari segi muatan pendidikannya, Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang bertujuan untuk pengembangan moral dan kepribadian peserta didik. Semua mata pelajaran yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
3. Diberikannya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya di SMP, bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., berbudi pekerti yang luhur (berakhlak yang mulia), dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan sendi-sendi Islam lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk memelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
4. Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi Pendidikan Agama Islam lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah pada aspek afektif dan psikomotornya.
5. Secara umum mata pelajaran Pendidikan Agama Islam didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Quran dan al-Sunnah/al-Hadits Nabi Muhammad Saw. (dalil naqli). Dengan melalui metode Ijtihad (dalil aqli) para ulama mengembangkan prinsip-prinsip Pendidikan Agama Islam tersebut dengan lebih rinci dan mendetail dalam bentuk fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya.
6. Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syariah merupakan penjabaran dari konsep islam, syariah memiliki dua dimensi kajian pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman (ilmu-ilmu agama) seperti Ilmu Kalam (Theologi Islam, Ushuluddin, Ilmu Tauhid) yang merupakan pengembangan dari aqidah, Ilmu Fiqih yang merupakan pengembangan dari syariah, dan Ilmu Akhlak (Etika Islam, Moralitas Islam) yang merupakan pengembangan dari akhlak, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya yang dapat dituangkan dalam berbagai mata pelajaran di SMP.
7. Tujuan akhir dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur). Tujuan ini yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw. di dunia. Dengan demikian, pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah jiwa Pendidikan Agama Islam. Mencapai akhlak yang karimah (mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memerhatikan pendidikan jasmani, akal, ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa pendidikan Islam memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya. Peserta didik membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi mereka juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian. Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pendidikan akhlak dan setiap guru haruslah memerhatikan akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.
8. Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap peserta didik, terutama yang beragama Islam, atau bagi yang beragama lain yang didasari dengan kesadaran yang tulus dalam mengikutinya.
Itulah gambaran tentang karakteristik Pendidikan Agama Islam pada umumnya dan mata pelajaran Pendidkan Agama Islam di SMP pada khususnya yang dapat dikembangkan oleh para guru dengan variasi-variasi tertentu, selama tidak menyimpang dari karakteristik umum ini.

C. Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, dan papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya).
Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
1. Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran Matematika bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran Matematika akan berhasil kalau guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: 1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), 2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), 3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), 4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), 5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), 6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), dan 7) kecerdasan antar pribadi (kemampuan memahami orang lain). Di antara ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan Pendidikan Agama Islam akan dapat berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru Pendidikan Agama Islam untuk melatih kemampuan dan bakat siswa.
Ada perbedaan perkembangan berpikir bagi anak di usia SD dan di usia SMP. Untuk melihat perbedaan perkembangan berpikir kognitif pada masa SD dan SMP dapat diperhatikan ilustrasi berikut. Pada periode konkrit (usia SD), anak mungkin mengartikan rukun Islam, rukun Iman serta ilmu keislaman lainnya dipahami secara sederhana, sedangkan remaja (usia SMP) mungkin dapat memahaminya dalam, argumen-argumen yang harus dikemukakan untuk mendukung pendapat atau ide-ide yang diberikan. Anak sudah mulai diajak berpikir logis dalam memahami setiap soal melalui sistem pemecahan masalah dan metode demonstratif yang diberikan oleh guru mata pelajaran, meskipun masih pada tataran yang sederhana.



2. Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:

a. Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustrasi yang tinggi.

b. Tahap asosiatif
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
c. Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk berpikir tentang gerakannya.
Perkembangan aspek psikomotor pada anak usia SMP sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perkembangan pada anak usia SD, karena usia SMP merupakan kelanjutan dari usia SD. Perkembangan psikomotor pada anak usia SD sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia SD merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan. Begitu juga pada masa SMP keterampilan anak semakin berkembang dengan baik, sehingga dapat dijadikan pijakan untuk menentukan pilihan yang akan ditekuninya di usia selanjutnya.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun ketrampilan. Oleh karena itu, perkembangan psikomotor sangat menunjang keberhasilan perserta didik. Pada masa usia SMP perkembangan psikomotor ini pada umumnya sudah dicapainya dan untuk selanjutnya dikembangkannya.
Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual, memengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia SMP (remaja awal) perkembangan emosi anak menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih). Oleh karena itu, mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Dalam hubungan persahabatan, anak remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes, sikap, nilai, dan kepribadian. Pada masa ini berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungtan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi) atau keinginan orang lain (teman sebaya) perkembangan konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif bagi dirinya. Di sinilah peran guru dalam menerapkan strategi mengajar yang efektif sehingga peserta didik dapat menerima mata pelajaran dengan baik, sehingga mata pelajaran Matematika tidak lagi merupakan beban dan hal yang menakutkan bagi peserta didik seperti yang selama ini dialami peserta didik pada tiap tingkatan sekolah yang ada di negeri ini.
3. Perkembangan Aspek Afektif
Perkembangan aspek afektif anak pada usia SMP tidak berbeda dengan perkembangannya pada aspek psikomotornya. Kedua aspek ini terkait erat sehingga perkembangannya selalu seiring dan sejalan. Sikap dan perilaku teman (terutama teman sebaya) dan lingkungan masyarakatnya sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku anak.


METODE DEMONSTRASI

A. Pengertian Metode Demonstrasi
Pembelajaran merupakan salah satu aktivitas pendukung bagi seorang pendidik yan sadar akan tujuan pembelajaran atau instuksional disamping tujuan kurikuler yang dapat dirumuskan dan ditetapakan sebelum berlangsung pembelajaran, yang termuat dengan jelas dalam Kurikulum. Namun demikian, masih banyak pembelajaran yang tidak dapat mencapai hail yang optomal dalam keseluruhan tujuan tersebut.
Kondisi tersebut menuntut lembaga pendidikan untuk melakukan perombakan dalam metode pembelajarannya. Konsep metodologi pembelajaran yang baik adalah multi method yang dalam hal ini, terutama adalah penggunaan metode domonstrasi yang berkesinambungan dan menyeluruh sebagai upaya pencapaian tujuan instruksional (psikomotorik).
Ahmadi (1999), bahwa metode demonstrasi adalah metode pembelajaran dimana guru atau peserta didik diminta untuk memperlihatkan pada seluruh komponen pembelajaran tentang suatu proses, pengertian lain mengemukakan bahwa metode demonstrasi adalah cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda.
Pengertian di atas nampak berbeda secara redaksional, namun mengandung pengertian yang sama yaitu
a. Adanya aktifitas fisik atau peragaan baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik.
b. Adanya pesan atau informasi yang dipergunakan.
c. Adanaya alat bantu atau media yang tersedia
d. Adanya tujuan yang akan dicapai.
Dapat dipahami bahwa metode demonstrasi dengan menggunakan media atau alat bantu berupa benda fisik, sangatlah tergantung atas materi didalamnya. Keuntungan metode demonstrasi ; pertama, perhatian peserta didik terpusat pada apa yang didemonstrasikan dan memberikan kemungkinan berfikir lebih kritis, dua, memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan kemauan peserta didik, tiga, akan mengurangi kesalahan dalam mengambil kesimpulan dan pemecahan masalah, empat, dengan metode ini sekaligus masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hati pembelajar dapat terjawab dengan sendirinya. Namun demikian metode demonstrasi bukan berarti tidak mempunyai kelemahan, diantaranya adalah menggunakan waktu yang panjang, tidak efektif bila terdapat kekurangan sarana, jika terlalu sering bisa menghalangi proses berfikir dengan gaya abstraksi pembelajar.
Kompleksitas faktor pendukung dalam penggunaan suatu metode mengajar, tentunya akan menjadi kendala bagi seorang pendidik untuk memilih dan menetapakan suatu metode. Namun disadari bahwa metode merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran.
Metode mengajar merupakan salah satu komponen dari proses pendidikan, merupakan alat pencapaian tujuan yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar, merupakan kebulatan dalam suatu sistem pendidikan, memilih dan menetapakan metode pembelajarana yang baik tergantung pada muatan bahan pembelajaran.

B. Media Pendidikan dan Alat Peraga.
Kita mungkin sependapat jika Pendidikan Agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang kurang diminati siswa saat ini, karena dianggap hanya sebagai persoalan peribadi dan persoalan akhirat. Padahal Pendidikan Agama Islam merupakan ilmu dasar yang tidak boleh tidak, harus dikuasai untuk menyeimbang antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan akhlak dan moral peserta didik. Pendidikan Agama Islam harus diberikan secara maksimal dan mendalam kepada seluruh siswa.
Salah satu upaya untuk menumbuhkan minat dan simpati siswa untuk mencintai Pendidikan Agma Islam adalah penggunaan metode mengajar yang tepat. Salah satu metode mengajar yang efektif untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah demontrasi. Dengan menggunakan metode demontrasi guru dapat menggunakan alat peraga untuk mengajar dan menerapkan tekhnik pemecahan masalah dari setiap soal yang ada, dengan menggunakan alat peraga diharapakan ;
1. Menjadikan siswa lebih tertarik dan aktif mengikuti kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Meningkatkan pemahaman / penguasaan materi dan kemampuan berfikir ilmiah siswa.
3. Memotivasi siswa agar dapat menerapakan konsep.
4. Memotivasi siswa agar dapat merancang model alternatif, membuat dan mengerjakan model, menguji dan menyempurnakan model.
Pengertian media pendidikan menurut Assosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT) adalah; segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan / informasi yang dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik yang dilakukan dengan sengaja dan terarah guna memungkinklan terjadinya proses pembelajaran yang mudah dan menyenangkan. Sedangkan alat peraga oleh Ditsardik Depdikbud (1980), adalah alat yang dipertunjukkan / diperagakan dalam proses pembelajaran dan berfungsi sebagai pembantu untuk memperjelas suatu konsep atau pengertian.
Hasil penelitian psikologi pembelajaran Direktorat Sarana Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1991 menunjukkan bahwa hasil belajar seseorang 1 % adalah diperoleh dari indera perasa (testa), 1,5% dari indera peraba (touch), 3,5% dari indera penciuman (smell), 11% dari indera pendengaran (hearing) dan 83% dari indera penglihatan (sight). Sedangkan kemampuan seseorang untuk mengingat, beberapa di antaranya 10% diperoleh dari apa yang dibacanya, 20% dari apa yang didengarnya, 30% dari apa yang dilihatnya, 50% dari apa yang dilihat dan didengarnya. Kemudian, 70% dari apa yang dikatakannya, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dikerjakannya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perpaduan aspek verbal dan visual dalam suatu proses pembelajaran memungkinkan seseorang untuk menunjukkan kemampuan mengingat yang relatif tinggi. Dalam hubungannya dengan usaha peningkatan mutu pendidikan, penggunaan media pendidikan ini tampaknya harus lebih diefektifkan oleh tenaga kependidikan dan semua komponen yang berkepentingan dengan dunia pendidikan.
Penggunaan madia dan alat peraga dalam proses pembelajaran sangatlah membantu memberikan pemahaman kepada peserta didik untuk dapat mengerti lebih cepat dan dapat memecahkan masalah dengan tepat dengan bekerja sama.
Pendidikan Agama Islam, memang mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi, namun penggunaan metode pembelajaran yang tepat pada tiap Standar Kompetensi(SK), Kompetensi Dasar (KD) sampai pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat membantu peserta didik dalam menelaah dan menerima tiap materi yang ada. Contoh kasus ; SK tentang Haji dan Umrah, sehebat dan sepintar apapun seorang pendidikan dalam penguasaan materi dalam menjelaskan pelaksanaan ibadah haji dan umrah jika hanya menggunakan metode ceramah, maka hal itu akan sangat sulit dipahami oleh peserta didik , lain halnya jika yang digunakan adalah metode demontratif hasilnya akan lebih efektif.
Dari contoh kasus diatas dapat dipahami bahwa dalam proses pembelajaran yang sadar akan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik apabila pendidik hanya cenderung menggunakan satu metode saja, karena dalam proses pembelajaran semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik harus dilibatkan secara maksimal (SAVI) Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual.
URGENSI METODE DEMONSTRASI DAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN


Oleh


Ahmad Faisal Hajji, S.Ag. M.Pd
Nip. 19760705 200604 1 011




SMP NEGERI 1 LEMBANG KABUPATEN PINRANG




Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu, 1999. Metode Khusus Pendidikan Agama. Rineka Cipta. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Pusat Perbukuan. Vol. 09. Depdiknas. Jakarta

DePorter, Bobby, Quantum Learning. 2002. Cet. XIX. Kaifa. Bandung.

_____________________________, 2004. Pusat Perbukuan. Vol. 10. Depdiknas. Jakarta.

Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan LP3 UMY, 2004. Gerbang. Edisi II ,th III. LP3 UMY. Yogyakarta.

______________________________, 2004. Gerbang. Edisi XII, th III. LP3 UMY. Yokyakarta.

Meier, Dave, 2004. The Accelerated Learning.cet. IV. Kaifa. Bandung.

Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya, Bandung.

6 komentar:

Dinoe on 4 Maret 2010 pukul 16.15 mengatakan...

Makasih infonya...sangat bermanfaat

Ahmad Faisal on 15 Maret 2010 pukul 06.08 mengatakan...

Dinoe makasih kembali buat kamu dan salam kenal buat teman2 blogger di kepri

Sohra Rusdi on 15 Maret 2010 pukul 06.48 mengatakan...

halo pak itu data MT atau peserta, datanya bagaimana bentuknya ada formatnya tidak

Anton on 15 Maret 2010 pukul 07.08 mengatakan...

Salam kenal sobat, baju kita sama ya,hehheee..

X-Blogger on 15 Maret 2010 pukul 08.55 mengatakan...

wow.... keren.. pak guru ngeBlog...
Salam Kompak Blogger Wannabe Pekanbaru, Riau

Maulpetru on 30 Desember 2018 pukul 08.42 mengatakan...

www.kalem.id

makasih ka

Posting Komentar


Search Engine Optimization and SEO Tools
 

Followers

ATTARBIYAH Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template